Kenaikan Laba Bersih Unilever Indonesia Dinilai Tidak Murni, Begini Penjelasan Direksi

Berita bisnis, Ekonomi, dan saham hari ini – Kenaikan laba bersih PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dinilai tidak murni didorong oleh kenaikan kinerja operasional sehingga sempat menjadi sorotan. Sementara itu, pihak manajemen memastikan bahwa laporan keuangan perseroan sudah disampaikan sesuai ketentuan yang berlaku.

Untuk informasi lebih detail terkait berita peningkatan laba bersih UNVR yang dinilai tidak murni, berikut fakta – faktanya yang menarik diketahui :

1. Nilzon Capital Perkirakan Laba Per Saham UNVR Bisa Lebih Rendah

Dalam risetnya pada Mei 2022, Nilzon Capital memperkirakan laba per saham UNVR bisa lebih rendah akibat terjadinya penundaan pengakuan beban serta margin laba kotor yang tergerus secara signifikan. Performanya pun cenderung tertinggal jika dibandingkan dengan sister companies di Grup Unilever di negara lain.

Presiden dan Principal Advisor Nilzon Capital Frizon, Akbar Putra menerangkan bahwa pihaknya menemukan beban biaya jasa dan enterprise solution service (ETS) hilang dari laporan keuangan kuartal I/2022 UNVR. Pada dasarnya, biaya tersebut dilaporkan oleh pihak Unilever secara konsisten dan kemudian dibayarkan ke pihak afiliasi Unilever Europe Business Center B.V.

Selanjutnya Frizon mengungkapkan bahwa pihaknya juga mendapati hal yang sangat menarik dari laporan keuangan UNVR pada kuartal I/2022 yang baru diterbitkan. Terlihat kenaikan laba UNVR sebesar 19,03 persen YoY ternyata hampir seluruhnya tidak disebabkan oleh kesuksesan operasional, namun karena hilangnya beban biaya jasa dan ETS dari laporan keuangan secara tiba – tiba.

2. Nilzon Capital Sebut Kenaikan Laba UNVR Rp. 323 Miliar Dikontribusikan Dari ‘Hilangnya’ Beban Biaya Jasa Dan ETS

Nilzon Capital dalam risetnya menyebutkan bahwa kenaikan laba UNVR yang mencapai Rp. 323 miliar ternyata hampir seluruhnya dikontribusikan dari ketiadaan beban biaya jasa dan ETS sebesar Rp. 337 miliar kepada pihak terafiliasi.

Direktur Customer Operation UNVR, Enny Hartati memastikan ‘hilangnya’ beban biaya jasa dan ETS dalam laporan keuangan kuartal I/2022 tidak terjadi karena adanya penundaan pencatatan, namun akibat imbas penyesuaian kebijakan Unilever global.

Dalam surat perjanjian ETS dengan Unilever Europe Business Center B.V. (UEBC), diketahui pembayaran prospektif UNVR dihitung dari biaya aktual yang dikeluarkan UEBC sebagai pemberi layanan ETS atau biaya aktual dengan mark-up sebesar 5 persen.

Jumlah total biaya mulai dari tanggal efektif perjanjian ETS hingga 30 September 2020 tidak lebih dari 0,5 persen dari total penjualan bersih domestik tahunan perseroan dan kemudian tidak akan melebihi 1 persen dari total penjualan bersih domestik.

Enny menjelaskan bahwa pada tahun lalu, biaya yang dibebankan merupakan central management fee yaitu biaya – biaya oleh global management dan ternyata ada saving dengan pemotongan fee hingga Rp. 300 miliar.

Kemudian Enny juga menerangkan pertumbuhan kinerja UNVR pada tahun lalu (2021) cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan seinduk (sister company) di negara lain. Lalu kondisi tersebut berimbas pada alokasi biaya layanan ETS.

3. UNVR Melaporkan Pertumbuhan Laba Bersih Mencapai 19,02 Persen

UNVR dalam laporan keuangan mencatatkan pertumbuhan laba bersih mencapai 19,02 persen secara tahunan menjadi Rp. 2,02 triliun pada kuartal I/2022 dari Rp. 1,69 triliun pada periode yang sama ditahun 2021.

Pada pengungkapan dalam laporan keuangan, UNVR mencatat tarif biaya jasa dan ETS yang menjadi bebannya untuk dibayarkan kepada perusahaan terafiliasi sebanyak – banyaknya 3 persen dari total penjualan secara tahunan kepada pihak ketiga untuk biaya jasa ditambah dengan 1 persen dari penjualan bersih domestik tahunan untuk biaya ETS.

Nilzon Capital didalam risetnya mengestimasi biaya jasa dan ETS kemungkinan akan menjadi Rp. 421,8 miliar secara prorate jika memang benar nyatanya biaya jasa dan ETS hilang hanya karena masalah waktu pengakuan beban.