Bisnis.com, JAKARTA–Di kawasan Lembang, Bandung terdapat Restoran DSeuhah Da Lada yang terletak di Jalan Raya Lembang 121. Restoran itu menyediakan makanan khas Indonesia dan Arab. Makanan andalannya adalah sate goreng dan sate bakar. Berbeda dengan sate pada umumnya, sate goreng tidak ada lidi yang menusuk pada dagingnya.
Pemilik DSeuha Da Lada, Lilis Siti Kartika, mengatakan sate goreng di restorannya merupakan iga sapi pilihan yang dilumuri dengan saos panggang rahasia restoran tersebut, kemudian diberi taburan wijen di atasnya. Sate goreng tersebut disajikan hot plate. “Rasanya pedas-pedas manis, nikmat. Pengunjung yang datang ke restoran kami, biasanya akan kembali lagi,” kata Lilis saat ditemui di Bandung, akhir pekan lalu.
Lilis menjelaskan mengapa iga sapi tersebut dinamakan sate, karena ada tulangnya. “Jadi, kami menamakannya sebagai sate,” kata perempuan yang sudah memulai usaha kuliner sejak 1997. Selain sapi, juga ada sate goreng kambing. Setiap harinya, Lilis menjual setidaknya forty porsi sate goreng. “Sate goreng ini asli Bandung,” ujar ibu tiga anak tersebut.
Tak hanya itu, restoran itu juga menyediakan makanan Arab seperti nasi briyani maupun kambing sidney. “Resep kambing sidney ini kami temukan ketika merantau ke Sidney, Australia,” jelas dia. Saat merantau ke Australia, Lilis dan suaminya terbiasa memodifikasi makanan agar cocok di lidah masyarakat Australia. Ayam Ngumpet Tak lengkap rasanya berkunjung ke DSeuha Da Lada, tanpa menikmati menu ayam ngumpet. Dinamakan ayam ngumpet karena ayam gorengnya bersembunyi di bawah tumpukan daun pandan, daun jeruk dan kecombrang.
Ayam yang digunakan, bukan ayam sembarangan. Katanya, ayam yang digunakan adalah ayam kampung asal Aceh. Ayam kampung tersebut direbus dengan berbagai bumbu dan kemudian digoreng kering bersama dedaunan tersebut. “Daun-daun itu juga bisa dimakan, rasanya sangat enak dan cukup pedas,” katanya. Lilis menjelaskan ide membuat menu ayam ngumpet, datang dari suaminya yang merupakan seorang PNS. Saat itu, suaminya makan siang di sebuah restoran bersama teman-temannya.
Mereka memesan ayam goreng, tapi ternyata rasanya tidak enak. Kemudian, suaminya memanggil pelayan restoran dan meminta untuk dibuatkan ayam ngumpet. “Suami saya diktekan resepnya. Ketika sudah matang, ternyata ayam itu sangat lezat,” kenang dia. Ia kemudian meminta suaminya untuk membuat sendiri ayam ngumpet di restorannya. Hingga saat ini, ayam ngumpet menjadi andalan di restoran itu. Selain digoreng, ayam ngumpet juga ada yang dibakar. Dalam sehari, restoran tersebut menghabiskan sedikitnya a hundred ekor ayam kampung. “Alhamdulillah, menu ayam ngumpet dan sate goreng diterima masyarakat,” kata perempuan berjilbab itu.
Kisah Monyet dan Kura-kura Restoran DSeuha Da Lada berdiri pada akhir 2009, namun peresmiannya baru pada 1 Januari 2010. Nama DSeuhah Da Lada, diilhami oleh kata-kata dalam bahasa Sunda yang berasal dari cerita Parahyangan. Cerita rakyat mengenai seekor monyet dan kura-kura yang memakan cabai di kebun petani. Monyet dan kura-kura tersebut kepedasan memakan cabai, sehingga keluarlah ucapan “seuhah lada-lada” atau pedasnya cabai. Namun karena saking kepedasannya, sang monyet malah berucap “seuhah lata-lata.”
Lilis menjelaskan masyarakat Sunda sangat suka makan nasi dengan sambal yang pedas. Ketika makan sambal tersebut mereka sering mengeluarkan suara-suara seuhah, alias hah..hah. “Kami juga menyediakan masakan Timur Tengah, karena sebagian besar pengunjung kami dari Timur Tengah. Walaupun berada di Indonesia, mereka juga ingin dipuaskan dengan masakan khas negeri 1001 malam itu,” papar dia. Sebagian besar pelanggannya selain dari Indonesia, juga berasal dari Malaysia, dan Timur Tengah Tak hanya menikmati lezatnya makanan yang disuguhkan, pengunjung juga bisa menikmati panorama alam yang ciamik.
Dari saung yang disediakan, pengunjung juga bisa melihat betapa padatnya Bandung. Jajaran bangunan yang saling berdesak-desakan. Saat ini, restoran tersebut dikelola adik ipar dan anaknya. “Sebelumnya, kami juga buka di “rest space” Cikampek. Tapi karena kekurangan tenaga kerja yang bisa dipercaya, akhirnya restoran itu ditutup,” kata dia. Harga-harga makanan di restoran itu terbilang murah, mulai dari Rp5.000. Lilis juga menyediakan berbagai minuman segar seperti jus hingga Katumiri Pasundan, gabungan.
Pihaknya juga menyediakan paket-paket wisata alam bagi pengunjung restoran tersebut. Misalnya saja mendaki Bukit Pangjebolan, letak pengamatan bintang observatorium Bosscha. Pengunjung setia DSeuha Da Lada, Suharna Suryapranata, mengatakan sensasi rasa pedas di restoran itu membuat pengunjung ingin kembali. “Cita rasa dari Sate Goreng yang sensasional membuat lidah kita seperti menari. Benar-benar memikat,” kata Menristek pada .
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
kuliner Sumber : Antar
Editor : Mia Chitra Dinisari
Bisnis Indonesia bersama 3 media menggalang dana untuk membantu tenaga medis dan warga terdampak virus corona yang disalurkan melalui Yayasan Lumbung Pangan Indonesia (Rekening BNI: ).
Ayo, ikut membantu donasi sekarang! Klik Di Sini untuk information lebih lengkapnya.